About Hatta Syamsuddin

Rabu, 22 Juli 2009

A-Z Prosedur Pernikahan di Indonesia

Assalamu'alaikum wr wb,
Ikhwan wa akhwat sekalian, Alhamdulillah, semoga senantiasa dalam kemudahan dan bimbingan Allah SWT. Topik kita pada ahad ini 'hanya' sekedar berbagi info tentang langkah2 teknis menuju pernikahan, yaitu seputar prosedur pernikahan baku di negara ini.
Harapan saya sederhana, bahwa para ikhwan dan akhwat selain menyiapkan pernikahan dari banyak sisi, seperti mental, finansial, dll. juga mempunyai sedikit bekal untuk menembus 'birokrasi' pernikahan. Menyiapkan segala sesuatu lebih dini, insya Allah akan membantu saat harinya tiba nanti.
Selamat membaca dan terima kasih atas sharenya.


Prosedur Pernikahan Di Kantor Urusan Agama (KUA)

Pendahuluan

Di dalam negara RI yang berdasarkan hukum, segala sesuatu yang bersangkut paut dengan penduduk harus dicatat, seperti halnya kelahiran, kematian termasuk juga perkawinan. Perkawinan termasuk erat dengan masalah kewarisan, kekeluargaan sehingga perlu dicatat untuk menjaga agar ada tertib hukum.

Pegawai Pencatat Nikah (PPN) mempunyai kedudukan yang jelas dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia (UU No.22 Tahun 1946 jo UU No. 32 Tahun 1954) sampai sekarang PPN adalah satu-satunya pejabat yang berwenang mencatat perkawinan yang dilangsungkan menurut hukum agama Islam dalam wilayahnya. Untuk memenuhi ketentuan itu maka setiap perkawinan harus dilangsungkan dihadapan dan dibawah pengawasan PPN karena PPN mempunyai tugas dan kedudukan yang kuat menurut hukum, ia adalah Pegawai Negeri yang diangkat oleh Menteri Agama pada tiap-tiap KUA Kecamatan.

Masyarakat dalam merencanakan perkawinan agar melakukan persiapan sebagai berikut :

1. Masing-masing calon mempelai saling mengadakan penelitian apakah mereka saling cinta/setuju dan apakah kedua orang tua mereka menyetujui/merestuinya. Ini erat kaitannya dengan surat-surat persetujuan kedua calon mempelai dan surat izin orang tua bagi yang belum berusia 21 tahun .
2. Masing-masing berusaha meneliti apakah ada halangan perkawinan baik menurut hukum munakahat maupun menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Untuk mencegah terjadinya penolakan atau pembatalan perkawinan).
3. Calon mempelai supaya mempelajari ilmu pengetahuan tentang pembinaan rumah tangga hak dan kewajiban suami istri dsb.
4. Dalam rangka meningkatkan kualitas keturunan yang akan dilahirkaan calon mempelai supaya memeriksakan kesehatannya dan kepada calon mempekai wanita diberikan suntikan imunisasi tetanus toxoid.

A. Pemberitahuan Kehendak Nikah

Setelah persiapan pendahuluan dilakukan secara matang maka orang yang hendak menikah memberitahukan kehendaknya kepada PPN yang mewilayahi tempat akan dilangsungkannya akad nikah sekurang-kurangnya 10 hari kerja sebelum akad nikah
dilangsungkan. Pemberitahuan Kehendak Nikah berisi data tentang nama kedua calon mempelai, hari dan tanggal pelaksanaan akad nikah, data mahar/maskawin dan tempat pelaksanaan upacara akad nikah (di Balai Nikah/Kantor atau di rumah calon mempelai, masjid gedung dll). Pemberitahuan Kehendak Nikah dapat dilakukan oleh calon mempelai, wali (orang tua) atau wakilnya dengan membawa surat-surat yang diperlukan :

I. Perkawinan Sesama WNI

1. Foto Copy KTP dan Kartu Keluarga (KK) untuk calon Penganten (caten) masing-masing 1 (satu) lembar.
2. Surat pernyataan belum pernah menikah (masih gadis/jejaka) di atas segel/materai bernilai minimal Rp.6000,- (enam ribu rupiah) diketahui RT, RW dan Lurah setempat.
3. Surat keterangan untuk nikah dari Kelurahan setempat yaitu Model N1, N2, N4, baik calon Suami maupun calon Istri.
4. Pas photo caten ukuran 2x3 masing-masing 4 (empat) lembar, bagi anggota ABRI berpakaian dinas.
5. Bagi yang berstatus duda/janda harus melampirkan Surat Talak/Akta Cerai dari Pengadilan Agama, jika Duda/Janda mati harus ada surat kematian dan surat Model N6 dari Lurah setempat.
6. Harus ada izin/Dispensasi dari Pengadilan Agama bagi :
7. --Caten Laki-laki yang umurnya kurang dari 19 tahun;
8. --Caten Perempuan yang umurnya kurang dari 16 tahun;
9. --Laki-laki yang mau berpoligami.
10. Ijin Orang Tua (Model N5) bagi caten yang umurnya kurang dari 21 tahun baik caten laki-laki/perempuan.
11. Bagi caten yang tempat tinggalnya bukan di wilayah Kec. Pasar Minggu, harus ada surat
12. Rekomendasi Nikah dari KUA setempat.
13. Bagi anggota TNI/POLRI dan Sipil TNI/POLRI harus ada Izin Kawin dari Pejabat Atasan/Komandan.
14. Bagi caten yang akan melangsungkan pernikahan ke luar wilayah Kec. Pasar Minggu harus ada Surat Rekomendasi Nikah dari KUA Kec. Pasar Minggu.
15. Kedua caten mendaftarkan diri ke KUA Pasar Minggu sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) hari kerja dari waktu melangsungkan Pernikahan. Apabila kurang dari 10 (sepuluh) hari kerja, harus melampirkan surat Dispensasi Nikah dari Camat Pasar Minggu.
16. Bagi WNI keturunan, selain syarat-syarat tersebut dalam poin 1 s/d 10 harus melampirkan foto copy Akte kelahiran dan status kewarganegaraannya (K1).
17. Surat Keterangan tidak mampu dari Lurah/Kepala Desa bagi mereka yang tidak mampu.

II. Perkawinan Campuran ( WNI & WNA)

1. Akte Kelahiran/Kenal Lahir
2. Surat tanda melapor diri (STMD) dari kepolisian
3. Surat Keterangan Model K II dari Dinas Kependudukan (bagi yang menetap lebih dari satu tahun)
4. Tanda lunas pajak bangsa asing (bagi yang menetap lebih dari satu tahun)
5. Keterangan izin masuk sementara (KIMS) dari Kantor Imigrasi
6. Foto Copy PasPort
7. Surat Keterangan dari Kedutaan/perwakilan Diplomatik yang bersangkutan.
8. Semua surat-surat yang berbahasa asing harus diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh penterjemah resmi.

B. Pemeriksaan Nikah

PPN yang menerima pemberitahuan kehendak nikah meneliti dan memeriksa berkas –berkas yang ada apakah sudah memenuhi syarat atau belum, apabila masih ada kekurangan syarat maka diberitahukan adanya kekurangan tersebut. Setelah itu dilakukan pemeriksaan terhadap calon suami, calon istri dan wali nikahnya yang dituangkan dalam Daftar Pemeriksaan Nikah (Model NB).

Jika calon suami/istri atau wali nikah bertempat tinggal di luar wilayah KUA Kecamatan dan tidak dapat hadir untuk diperiksa, maka pemeriksaannya dilakukan oleh PPN yang mewilayahi tempat tinggalnya. Apabila setelah diadakan pemeriksaan nikah ternyata tidak memenuhi persyaratan yang telah ditentukan baik menurut hukum munakahat maupun menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku maka PPN berhak menolak pelaksanaan pernikahan dengan cara memberikan surat penolakan beserta alasannya. Setelah pemeriksaan dinyatakan memenuhi syarat maka calon suami, calon istri dan wali nikahnya menandatangani Daftar Pemeriksaan Nikah. Setelah itu yang bersangkutan membayar biaya administrasi pencatatan nikah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

C. Pengumuman Kehendak Nikah

Setelah persyaratan dipenuhi PPN mengumumkan kehendak nikah (model NC) pada papan pengumuman di KUA Kecamatan tempat pernikahan akan dilangsungkan dan KUA Kecamatan tempat tinggal masing-masing calon mempelai.

PPN tidak boleh melaksanakan akad nikah sebelum lampau 10 hari kerja sejak pengumuman, kecuali seperti yang diatur dalam psl 3 ayat 3 PP No. 9 Tahun 1975 yaitu apabila terdapat alasan yang sangat penting misalnya salah seorang calon mempelai akan segera bertugas keluar negeri, maka dimungkinkan yang bersangkutan memohon
dispensasi kepada Camat selanjutnya Camat atas nama Walikota/Bupati memberikan dispensasi.

D. Pelaksanaan Akad Nikah

1.Pelaksanaan Upacara Akad Nikah :

* di Balai Nikah/Kantor
* di Luar Balai Nikah : rumah calon mempelai, masjid atau gedung dll.

2.Pemeriksaan Ulang :

Sebelum pelaksanaan upacara akad nikah PPN /Penghulu terlebih dahulu memeriksa/mengadakan pengecekan ulang persyaratan nikah dan administrasinya kepada kedua calon pengantin dan walinya untuk melengkapi kolom yang belum terisi pada waktu pemeriksaan awal di kantor atau apabila ada perubahan data dari hasil pemeriksaan awal. Setelah itu PPN/ Penghulu menetapkan dua orang saksi yang memenuhi syarat.

3. Pemberian izin
Sesaat sebelum akad nikah dilangsungkan dianjurkan bagi ayah untuk meminta izin kepada
anaknya yang masih gadis atau anak terlebih dahulu minta/memberikan izin kepada ayah atau
wali, dan keharusan bagi ayah meminta izin kepada anaknya untuk menikahkan bila anak
berstatus janda.
4.Sebelum pelaksanaan ijab qobul sebagaimana lazimnya upacara akad nikah bisa didahului
dengan pembacaan khutbah nikah, pembacaan istighfar dan dua kalimat syahadat
5.Akad Nikah /Ijab Qobul
6.Pelaksanaan ijab qobul dilaksanakan sendiri oleh wali nikahnya terhadap calon mempelai pria, namun apabila karena sesuatu hal wali nikah/calon mempelai pria dapat mewakilkan kepada
orang lain yang ditunjuk olehnya.
7.Penandatanganan Akta Nikah oleh kedua mempelai, wali nikah, dua orang saksi dan PPN yang
menghadiri akad nikah.
8.Pembacaan Ta’lik Talak
9.Penandatanganan ikrar Ta’lik Talak
10.Penyerahan maskawin/mahar
11.Penyerahan Buku Nikah/Kutipan Akta Nikah.
12.Nasihat perkawinan
13.Do’a penutup.

Cerpen : Selamat Tinggal Keraguan

Rini Cahyani, nama yang telah menggetarkan seluruh persendianku. Delapan bulan yang lalu. Tepatnya setelah dua bulan dari kelulusanku dari jurusan Teknik Industri kampus UI Depok.
Nama itu muncul di bagian paling atas dua lembar kertas yang disodorkan Ustad Madani padaku. Sebuah nama yang masih asing bagiku. Namun justru itulah yang membuat jantung ini berdebar lebih cepat. Wajahkupun tak malu mengeluarkan rona merah-birunya. Aku penasaran ? Jelas !
Tetapi untunglah ustad dapat menangkap gelombang penasaran dalam raut mukaku. Setelah sempat terdengar batuk-batuk ringan, beliau mulai mengeluarkan suara khasnya.
" Gimana akhi, sudah antum baca semua biodatanya khan ..?"
Aku tak langsung menjawab. Semua butuh kehati-hatian. Setiap kalimat yang meluncur dari lisanku saat ini, dapat mengubah jalan hidupku di masa mendatang. Tetapi ustad Madani masih terus menebak-nebak alur pikiranku,

"Apakah beliau tidak memenuhi kriteria yang antum tuliskan ? "
" Bukan begitu ustad, tapi… ",. Sekali lagi aku harus berpikir keras.
" Toyyib, antum baca deh terlebih dahulu. Tapi jangan lupa teh dan gorengannya jangan dicuekin ya .. "
" Kalau yang itu… nggak usah ditawarin. Insya Allah kita habiskan Ustad…."
Ustad tersenyum renyah meninggalkan aku dalam bingung. Bukan sekedar bingung. Ada getaran aneh tapi agung dalam kebingunganku. Sementara dua lembar kertas di tanganku malah semakin angkuh. Mencoba menari-nari dalam hatiku.
Masalah tidak memenuhi kriteriaku ? Ah, sebenarnya itupun bukan sesuatu yang kaku bagiku. Namun bagaimanapun aku harus lebih teliti. Kubaca dengan cermat deretan kalimat-kalimat dibawah nama tersebut.

Nama… Rini Cahyani bin Soewandi …..
Soewandi ..? orang Jawa ? atau bahkan keturunan keraton Surakarta ?. Gimana kalo jadi nikah nanti, apa harus pakai adat jawa ? Ditonton ratusan orang di bangsal kencana ?. Memakai blangkon dan keris yang tersembunyi ? Wah ! Apa kata Dunia Islam nantinya ? Seribu satu pertanyaan yang kurang esensial mulai bersliweran mengganggu pikiranku. Aku beristighfar tiga kali. Nampaknya syaitan masih bersemangat untuk menunda-nunda azamku untuk menikah. Bisikannya yang bertabur keraguan itu harus segera kuenyahkan.
Bismillah. Mulai kubaca lagi deretan selanjutnya dengan lebih teliti. Tiap huruf, kata bahkan koma dan titik sangat menentukan !!.Semoga ustad lebih sabar menunggu.

Tempat Tanggal Lahir… Magelang, 23 Juni 1978..
Magelang ? Pasti suku Jawa. Aah.. bukan masalah besar. Toh aku tak pernah mencantumkan jenis suku pada daftar kriteria yang aku serahkan pada ustad. Apalagi orangtuaku paduan dinamis dari suku Melayu dan Bugis. Dan tak pernah kulihat ada pertikaian yang menyangkut SARA di rumahku.
Tapi bagaimana kalau ortunya Kejawen ? Hiii…bagaimana kalau diharuskan mandi kembang tiap malam jumat nanti. Brrr…dingin. Belum lagi nyuci keris dan seperangkat jimat tiap malam purnama ?. Wah, aqidah islamiyah dan dakwah bisa terancam nih. Apa kata Dunia Islam nanti ? Duh, pikiranku mulai ngelantur lagi.
Tapi tahun kelahiran ? 1978 ? Dua tahun lebih muda dariku. Ini berarti ada kesalahan. Apa mungkin ustad salah baca dengan permintaan tertulisku sepekan yang lalu ? atau beliau punya penafsiran lain ?. Kalau tidak salah, yang aku tuliskan dan inginkan adalah minimal seusia dengan ku, atau jika memungkinkan lebih tua sekian tahun dariku.
Ini bukan sok pahlawan sebagaimana sering dituduhkan beberapa ikhwah kepadaku. Ini masalah muyul akhi, begitu aku menjawab tuduhan tersebut. Selama ini aku cenderung mudah berinteraksi dengan orang-orang yang lebih dewasa dariku.
Tapi ini ? dua tahun lebih muda ? Bagaimana kalau masih kekanak-kanakan ? Bagaimana kalau ngajinya belum lurus ? Mengapa ustad memberi pilihan yang ini sih ?. Kembali si syaiton asyik membenamkan pikiranku di lumpur keraguan. Kenapa aku harus terpedaya lagi ? Tsiqoh pada ustad adalah pilihan terbaikku saat ini. Bisa jadi umurnya masih muda, tapi dewasa dalam memaknai hidup. Yah, semoga.
Kulanjutkan mencermati barisan kalimat selanjutnya di secarik kertas HVS tersebut,

Alamat …. Perumahan Perwira TNI AL Blok C 3 – Cilandak, Jakarta Selatan..
TNI AL dan Soewandi ? Putri seorang perwira militer ? Calon mertuaku seorang militer ? Apakah ia juga mendidik putrinya dengan gaya militeristik ?. Bagaimana kalau sang putri ternyata lebih militer dari orangtuanya ? Bagaimana kalau aku harus di uji dulu lewat adu fisik dengan salah seorang anak buahnya ? atau bahkan kakaknya barangkali ? Sebagaimana kisah-kisah pendekar yang pernah aku baca di komik-komik waktu kecil dulu.
Ah, tak perlu ragu. Ini Cuma bisikan setan. Sekarang bukan jaman purba yang mengandalkan otot dan kekerasan. Lagi pula, kalau memang diperlukan, minimal aku masih bisa bertahan dengan sisa-sisa kejayaan latihan thifan-ku di kampus dulu.
Ku menoleh sebentar ke arah ustad Madani yang duduk di depanku. Nampaknya ia cukup paham dengan apa yang ada dipikiranku. Ia hanya tersenyum kecil, mengangguk, sedikit berdehem dan kembali larut dalam konsep khotbah Jum'at yang harus dibawakannya di Masjid UNJ besok siang.
Aku pun kembali asyik menelaah deretan kalimat di secarik kertas, yang menurutku masih menyimpan berjuta misteri.

Pendidikan .. Lulus S 1 Fakultas Sejarah Universitas Gajah Mada tahun 2001..
Nah ! Ini sesuai dengan kriteria, non eksakta. Aku lulusan eksak, teknik Industri dan ia anak sosial, non eksakta, insya Allah matching dan cukup mewakili konsep tawazun, Amiin.

Organisasi …Humas BEM, Keputian LDK, Remas, Pengajar TPA dan bla…bla..bla...
Aktifis kelas berat ? Siapa takut. Bukankah masa lima tahun kuliah telah kuhabiskan di berbagai kegiatan-kegiatan kampus. Baik ekstra maupun intra kampus. Cara kerja, kuliah, belanja, dakwah dan pergaulan ala aktifis semua sudah 'mendarah daging' bagiku. So, kalau ketemu dengan aktifis yang satu ini, insya Allah tidak perlu susah beradaptasi. Semoga saja ya. Teriakku dalam hati.

Pekerjaan .. Guru Tetap di SLTP Islam Terpadu Nurul Fikri Mata Pelajaran Sejarah
Ya Allah .! Aku merasakan detak jantungku berjalan lebih cepat. Keringat dingin nampaknya akan menetes di dahiku. Wajahku tak ketinggalan ikut bereaksi. Tegang. Menambah keterkejutan yang melahirkan kegelisahan baruku.
Tepat pada waktunya ! Ustad Madani menoleh sejenak ke arahku. Dengan mudahnya ia bisa menangkap kegelisahan yang tersirat dari wajahku. Masih dengan tenang. sejuk dan senyuman khasnya, ia menegurku.
" Ada yang mengganjal akhi ?"
" Eeeng… ada.. Ustad, Anu… eee.. benarkah ukhti ini salah seorang pengajar di SLTP IT Nurul Fikri, Depok ? "
Ustad Madani membenarkan letak kacamatanya. Tanda rasa penasarannya mulai tergugah.
" Ya, betul. Ukhti Rini baru dua minggu yang lalu diangkat sebagai pengajar tetap di sana. Sebelumnya, sudah tiga bulan ia mengajar sebagai guru honorer."
" Tapi, ustad …. ", aku terhenti sejenak untuk mencoba lebih tenang.
" Ada yang antum risaukan dengan status gurunya itu ?. Bukankah itu pekerjaan yang sangat mulia akhi Fajar ? ".
Sebuah pertanyaan yang wajar dan benar. Tidak ada yang salah dengan status ukhti Rini sebagai pengajar. Tapi, pengajar di SLTPIT Nurul Fikri ? Mungkinkah ia dan keluarganya akan menerima pinanganku nantinya.
Ustad Madani mulai menyelidiki lebih dalam,
" Atau Akh Fajar masih ragu untuk menikah ? Ingat akhi, usia antum lebih dari cukup lho..!"
" Eh..bukan begitu Ustad. Masalah nikah kan sudah ana azamkan setahun yang lalu. Tapi masalahnya ukhti ini…. "
Ustad Madani tampak tersenyum dan memotong dengan pelan,
" Ukhti Rini insya Allah jauh lebih siap dari antum akhi. Ana tahu persis tetang dia. So, what's the problem ?"
" Ehm.. baiklah. Permasalahannya seperti ini Ustad, mungkin antum belum tahu. Awal bulan yang lalu perusahaan tempat ana bekerja bangkrut dan memecat semua karyawannya termasuk ana…"
Ustad kembali menebak-nebak apa yang ada di benakku,
" Jadi kembali ke masalah ma'isyah dan rizki nih … "
" Bukan itu ustad, untuk pernikahan ini insya Allah ana masih ada simpanan….tapi masalahnya .."
"Iya, Masalahnya ….."
Aku menarik nafas dalam-dalam. Bicara sama ustad Madani harus jelas. Jangan sampai beliau salah tafsir.
" Masalahnya Ustad…. , sudah satu minggu ini ana diterima bekerja di SLTP Nurul Fikri . Tepatnya,…eeng… sebagai petugas kebersihan sekolah …."
Ah.. akhirnya.. keluar juga kelu dalam lisanku.
Muka ustad Madani agak berubah. Kini beliau tahu permasalahanku sebenarnya. Yaitu….keenggananku sebagai seorang tukang sapu sekolah untuk bersanding dengan salah satu dewan gurunya.

***********
Muka pria setengah baya di depanku masih datar. Hanya sesekali asap rokoknya menambah ketegangan dalam jantungku. Kolonel Soewandi namanya. Yah, akhirnya aku datang juga di rumahnya. Berbekal iman dan takwa, begitu kata ustad Madani setengah jam yang lalu. Sebelum melepasku pergi untuk sebuah mission imposible ini. Baru kali ini aku meminang, putri solo, anak perwira militer lagi ! Ya Rabb !
" Jadi, Nak Fajar lulusan Teknik Industri UI tahun kemarin ya….wah.. hebat. Ya…Terus, sekarang kerja di mana …? Perusahaan Asing atau di BUMN semacam Pertamina, Telkom, PJKA… atau malahan di Bulog ? "
Perusahaan Asing ? BUMN ? .Gubraaaak ! Seolah kepalaku tertimpa dua batu bata yang di lempar dari arah berlawanan. Yang satu tepat mengenai wajahku, sementara sisanya tepat mengenai tengkorang belakangku. Uugh !
" Ah.. tidak juga Pak. Sebelumnya saya sempat kerja di perusahaan Farmasi. Tapi sekarang saya satu kantor dengan Rini, putri Bapak .. "
" Oooo….di mana itu… SLTP Nurul Fikri ya….bagus..bagus… cinta lokasi nih ceritanya ? ".
Pak Soewandi sedikit tersenyum menggoda. Bagiku malah tambah menyeramkan. Cinta lokasi ? Memangnya saya aktor. Dan sejak kapan putrinya main film ?. Nah, Pertanyaan selanjutnya bisa di tebak …..Bismillah. Aku akan menjawabnya..meski kemungkinan terburuk aku mungkin akan di usir. Innallaha ma'ana.
" Di sekolah, nak Fajar ngajar mata pelajaran apa ?. Kalau lihat latar belakang akademis, kalau Bapak nggak salah…pasti Matematika atau Fisika ya ..? "
" Eee… tidak juga Pak. Saya belum mengajar. Saya masih ditempatkan di bagian Umum, dibawah koordinasi bidang Tata Usaha……"
" Wah .. Bapak jadi bingung. Maksud nak Fajar jadi dewan Pengawas gitu…konkritnya gimana……. ? "
" Engg…Tepatnya….saya jadi petugas kebersihan sekolah Pak ! "
" Apaaaa ? Petugas kebersihan sekolah !!!!! "
Beberapa detik berlalu dengan cepat. Diam. Tak ada suara dan gerakan sedikitpun keluar dari sosok berwibawa di hadapanku. Hanya bola matanya yang terus menatap tajam ke arahku. Mungkin ada yang janggal di wajahku.
Diam dan bisu. Seolah kami telah bersepakat sebelumnya.
Terlambat, sudah kepalang basah. Sudah terlanjur aku melangkah. Tak mungkin aku melarikan diri saat ini. Bisa-bisa, satpam rumah akan membekukku dengan bangga. Atau kemungkinan lain, bisa jadi Kolonel Soewandi sudah siap dengan pistol Bareta-nya, dan dengan mudah ia akan melumpuhkan kedua kakiku, sebagaimana sering kulihat saat liputan kriminal penangkapan bandar narkoba di televisi.
Ngawur ! Kenapa aku masih suka ngelamun di saat-saat menentukan seperti ini ? Allahu akbar. Aku berseru dalam hati memohon kekuatan.. Apapun yang terjadi setelah ini, aku siap menerima kenyataan.
***************
“ Kaaak Fajaaaaar, hayoooo ngalamun dedee ya ? Kapan kita berangkat ke sekolah nih ? “
Astagfirullah ! Suara manja Rini, istriku, membangunanku dari lamunan yang menegangkan. Sementara tangan kananku masih setia dengan dua lembar kertas sumber lamunanku, beberapa menit yang lalu. Ah, terlambat ! Ketahuan ! Dua mata indah istriku menangkap cepat ke arah dua carik kertas di tangan ku.
“ Eh, lagi baca apaan Kak ? hayooo….biodata dedee pas taaruf yaa ? Ngakuuu ? Pasti tadi lagi ngalamun aku too. .Nggak papa kok, Istrimu ini pantes kok buat bahan ngalamun…”.
“ Adaaaaaw !!! “.
Kali ini aku kalah sigap. Cubitan mesranya tepat menghujam pipi kananku. Istriku terus menggodaku manja, sementara rona merah biru kembali melanda raut mukaku. Enam bulan paska walimah, suasana bulan madu tetap abadi di rumah ini.
“ Dee… kakak mau tanya serius nih, boleh ? “
“ Serius ??? ada apa kak ? boleh nooo… aku kan istrimu… mitsaqon gholidzo…inget lo kak .. “
“ Dee.. kalo boleh tahu, Bapak pernah cerita nggak sama dedee sebab beliau nerima kakak sebagai menantunya yang petugas kebersihan sekolah ? “
“ Ooo… itu too yang dilamunin tadi…? “
“ Dan tahu nggak ? Pas kakak bilang pekerjaan kakak tukang sapu… Bapak tuh sempat diam lamaa gitu… menatap tajam wajah kakak, sebelum akhirnya menyuruh kakak datang seminggu lagi… “
“ Lha iya jelas Kak, lha wong salah satu pertimbangan Bapak nerima kakak kan wajah kakak ? “
Bola mataku melebar. Ingin rasanya saat ini menyambar sebingkai cermin di ruang tengah, sekedar untuk meyakinkan hatiku tentang kebenaran ucapan istriku barusan.
“ Lho Kok ? Maksud dedee pasti Bapak yakin yaa kalo wajah kakak bisa memperbaiki keturunan keluarga Raden Soewandi ? “
“ Yeee…. GR banget nih Kakak ! Bukan itu maksudnya….Sebelum walimah, Bapak dulu pernah cerita ke dedee… Katanya, beliau nerima kakak tuh karena pas merhatiin wajah kakak kok kayaknya persis Letnan Mahmud, komandan peleton Bapak pas operasi integrasi Timor-Timur tahun 1975… Nah ceritanya.. Letnan Mahmud tuh yang nyelamatin Bapak dari berondongan peluru saat terjadi kontak peluru dengan milisi Freetilin yang brutal ! “
Kembali dua bola mataku melebar.
“ Wah…heroik banget ya, jadi ceritanya Bapak mengira saya anak Letnan Mahmud , trus mau balas jasa gitu yaa ? “
“ Bukan, Letnan Mahmud justru meninggal tertembak peluru musuh sesaat setelah menyelamatkan Bapak…. Mungkin Bapak agak tersentuh melihat wajah kakak yang persis Letnan Mahmud, dan ingin terus mengenangnya dengan menjadikan kakak sebagai menantunya .gitchuuu…..”
“ Oooooo… alah alaaaaaah…..Trus sekarang gimana ? “
“ He..he…Sekarang ? Bapak pernah bingung lho, dan bilang sama dedee…sekarang kok suamimu jadi nggak mirip sama Letnan Mahmud yaa ? “
Hem.. Aku tersenyum dalam ketenangan. Tidak salah dan tidak ragu lagi. Ini semua pertolongan Allah. Bahkan bukan saja saat diterimanya pinanganku oleh Kolonel Soewandi. Satu bulan setelah pernikahan, pihak sekolah mengangkatku jadi tenaga pengajar. Dan Alhamdulillah, sepekan yang lalu, aku resmi jadi guru tetap bidang Fisika di SLTPIT Nurul Fikri !.
Subhanallah, Walhamdulillah wa laa ila ha illa Allah !! Aku merenung lebih jauh atas segala yang kulalui saat proses menuju gerbang pernikahan. Jika seseorang telah berazam, dan meninggalkan segala keraguan, Allah pasti akan memudahkan !
Betapa tidak ? Bagaimana mungkin aku yang berambut lurus, berhidung standar pribumi, bisa serupa dengan Letnan Mahmud yang berambut cepak, dan keturunan Pakistan ? Subhanallah !
“ Kaaaak ! berangkat sekarang yuuk, udah jam setengah tujuh loo …”
"Iyyyaaaaa…!!!"
Sejurus kemudian, Istriku sudah sigap menodongkan kunci sepeda motor tepat ke arah keningku
. Dor !
Tiba-tiba wajahku memerah kembali. Ada yang mendarat telak di pipi kananku. Kali ini bukan cubitan.
( selesai)

Sedikit Flash Back tentang Pacaran

Ketika pacaran sudah menjadi budaya yang menggurita, maka mengatakan 'tidak' untuk pacaran adalah perjuangan yang sungguh berat. Karenanya banyak yang kemudian berpikir untuk 'menerima' pacaran, dengan logika dan dalil-dalil yang bisa memuaskan sebagian orang. Tidak heran jika kemudian muncul 'pembolehan' pacaran dengan atas nama 'psikologi', 'hak asasi', 'cinta adalah fitrah', bahkan terkadang atas nama ' Islam' . Nah ! Khusus yang terakhir ini, yang membawa-bawa nama Islam, kita perlu bahas lebih lanjut.
Islam membolehkan pacaran ? Akan sangat mudah bagi mereka yang mau dan tidak malu. Tinggal pilih-pilih dalil yang melegakan tentang nilai-nilai cinta secara universal, jadilah pacaran itu boleh. Saya pernah satu forum dengan 'ustadz' -yang kebetulan memakai blangkon- , ketika ditanyakan padanya tentang hukum pacaran. Maka segera saja meluncur dalil-dalil cinta universal dalam Islam, yaitu ukhuwah islamiyah.


Dengan bahasa arab yang fasih, mulailah beliau menyitir dalil sabda Rasulullah SAW : Tidak beriman seorang dari kamu, hingga mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. (HR Bukhori & Muslim). Nah, jadilah cinta kepada saudara se-islam menjadi dalil pendukung pacaran.
Bagitu pula saat mendengat ayat, Allah SWT berfirman : Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. (Al-Hujurot 13). Beberapa dengan percaya diri menyatakan bahwa pacaran , tidak lain dan tidak bukan adalah upaya saling mengenal antara laki-laki dan perempuan, sebagaimana disebutkan dengan jelas pada ayat di atas. Maka jadilah mereka bersemangat dalam pacaran, sebagai sebuah usaha mengimplementasikan ajaran Al-Quran untuk saling mengenal antara laki-laki dan perempuan. Alaaah..alaah !
Sebenarnya banyak hadits lain tentang nilai cinta ukhuwah yang universal yang sering disempitkan menjadi cinta antara dua sejoli. Bahkan lebih dikerucutkan kepada aktifitas-aktifitas khusus pacaran. Misalnya saja, tentang 'menembak' sang incaran dengan kata 'aku suka kamu' atau 'aku cinta kamu'. Aktifitas ini kadang dihubung-hubungkan dengan sebuah hadits :
Dari Anas bin Malik ra, bahwasanya ada seorang bersama dengan Nabi SAW, kemudian lewatlah seorang laki-laki lain. Laki-laki (yang bersama Nabi) itu mengatakan : Ya Rasulullah, Sungguh aku mencintai laki-laki itu . Maka Rasulullah SAW menjawab padanya : " Apakah engkau sudah beritahukan (rasa cintamu) kepada dia ?. Dia menjawab : Belum. Lalu Rasulullah SAW mengatakan : (jika begitu) Beritahukan pada dia. Maka kemudian ia menyusul laki-laki tersebut dan mengatakan " Inni uhibbuka fillah" (aku mencintaimu karena Allah), maka laki-laki tersebut menjawab : Semoga Allah yang engkau mencintaiku karena-Nya, juga mencintaimu ! " (HR Abu Dawud dengan isnad shahih)
Nah, berlandaskan hadits di atas, ada yang melegalkan aktifitas 'menembak' lawan jenisnya untuk melamar jadi pacar dengan ungkapan : Aku cinta kamu, sebagaimana di isyaratkan dalam hadits tersebut. Lagi-lagi kasusnya sama, makna 'cinta' yang begitu luas dalam ukhuwah Islam kembali disempitkan atas nama cinta dua sejoli. Bahkan agar terkesan lebih islami dan menggetarkan, ada juga yang tanpa tedeng aling-aling menyatakan : " Aku mencintaimu karena Allah ! ". Tidak lupa dihiasi dengan tatapan mata yang sayu penuh harap. Itu sebuah statemen yang harus dipertanggungjawabkan kelak. Bagaimana mungkin mencintai seseorang karena Allah, tapi pada saat yang sama melecehkan aturan-aturan Islam dalam masalah pergaulan lawan jenis. Astaghfirullah.
Misal yang lain, ada yang membolehkan 'aktifitas pacaran' berupa apel malam minggu, jalan-jalan dan makan-makan, asal ada yang nemeni. Ada satpam atau pihak ketiga yang bertugas melakukan pengawasan. Bisa jadi sang adik, kakak, tetangga, atau bahkan ortu sendiri yang ikut nemeni sang gadis saat si doi apel ke rumahnya. Dengan kata lain, selama aktifitas tidak berduaan maka pacaran menjadi sah dalam pandangan mereka. Hadits yang dipaksa untuk digunakan dalam hal ini :
Dari Jabir bin Abdullah ra, Rasulullah SAW bersabda : Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah ia menyendiri ( berduaan) bersama seorang wanita tanpa ditemani mahromnya, karena yang ketiganya adalah setan" (HR Ahmad)
Dari hadits di atas, diambillah sebuah kesimpulan yang sederhana : boleh pacaran asal ditemeni. Jadi jika sang pacar datang ke rumah, para orang tua ikut menemani ngobrol. Atau bisa juga mengawasi dari jarak jauh, jika sang pacar mulai senyum-senyum merapat, akan ada suara batuk-batuk dari kejauhan. Wah ..wah..
Lebih parah lagi kalau ada yang menyatakan ; yang penting orang tua setuju dan ridho anaknya pacaran ? Bukankah dalam hadits disebutkan : Dari Ibnu Umar, Rasulullah SAW bersabda : keridhoan Rabb (Allah) ada dalam keridhoan kedua orang tua, dan kemurkaan Allah ada pada kemurkaan kedua orangtua (HR Thobroni, Baihaqi dalam Sya'bul Iman, Albani menshahihkannya) Nah, jika para orang tua saja sudah rela anaknya di pacari, bahkan banyak juga yang bangga jika anaknya sudah ada yang ngapeli, lalu apa urusannya melarang-larang orang pacaran ? .
Hari ini banyak kita lihat, betapa banyak orang tua yang khawatir saat anak gadisnya tak kunjung punya pacar. Lalu mereka menggunakan beragam cara agar tampilan si gadis lebih cantik dan menarik. Jika si gadis kebetulan berjilbab, maka terkadang di paksa untuk melepas jilbabnya. Naudzubillah.

Ada juga yang diminta berhias dengan sungguh-sungguh, agar jika keluar rumah bisa terlihat menyala-nyala. Bak model iklan, di jalan nanti akan banyak yang melirik dan terpana, siapa tahu salah seorang akan meminang anak gadisnya jadi sang pacar. Maka jika di lain hari, sang cowok itu benar-benar datang menyapa anak gadis dan berkunjung ke rumahnya, sang ortu -khususnya ibu- ini benar-benar terlihat lega dan bahagia. Akan ada suguhan spesial bagi sang cowok, sapaan hangat dan apa saja yang membuat sang cowok itu betah berlama-lama memacari anak gadisnya. Duuh..
Itu baru yang rela atau ridho anaknya pacaran. Banyak juga yang lainnya bukan sekedar ridho, tapi justru malah menyuruh anaknya pacaran ! Apapun, entah orang tua 'sekedar' ridho atau justru memerintahkan pacaran, sesungguhnya yang namanya maksiat itu tetap bernilai maksiat, meskipun ditutup-tutupi dengan kerihoan orang tua, perintah orang tua, panggilan cinta yang fitrah, nilai kemanusiaan dan lain sebagainya. Meninggalkan masksiat adalah perintah dari Allah SWT, yang tidak bisa dikalahkan dengan perintah-perintah makhluk di bawahnya. Karenanya sungguh bijak ketika Rasulullah SAW sejak awal sudah mengantisipasi hal ini. Dalam haditsnya beliau bersabda : Tidak ada ketaatan dalam bermaksiat kepada Allah, sesungguhnya ketaatan itu hanya ada pada perbuatan yang baik (HR Bukhori dan Muslim dari Ali bin Abi Tholib ra)
Hakikat dalam aktifitas pacaran adalah kemaksiatan , bukan sekedar satu dua maksiat tapi bisa jadi menjadi siklus kemaksiatan yang berputar dan terus berputar. Karenanya, pembolehan pacaran dengan dalil dan logika manapun, hanya akan berkisar seputar usaha menutup-nutupi pacaran sebagai sebuah kemaksiatan. Banyak yang mengeskplorasi begitu jauh tentang manfaat-manfaat pacaran agar terlihat nilai positif pacaran. Dari mulai tambahan motivasi belajar, keluwesan dalam bergaul, pendidikan seks hingga alasan klasik ; 'penjajagan' pra nikah !. Itu semua menjadi impian semu yang selalu gagal untuk dicapai. Bukannya termotivasi belajar, tapi nilai ujian justru turun drastis sepanjang sejarah perkuliahan atau sekolahnya. Bukannya pendidikan seks yang dicapai, tapi justru langsung praktik seksual yang didapat dengan mudah dan murah tanpa ikatan yang halal sedikitpun. Bukannya penjajagan pra nikah, tetapi benar-benar penjajagan bagaimana nanti kalau sudah nikah ! Makanya banyak yang sudah berhubungan suami-istri dengan pacarnya hanya karena 'janji untuk menikah'.
Akhirnya, saya mengajak pada mereka yang 'sempat' membolehkan pacaran. Baik dari kalangan sosiolog, pendidik, maupun para orangtua. Agar berpikir lebih jernih sebelum membuka kran kebebasan untuk pacaran. Sedikit saja ada celah untuk membolehkan berpacaran, maka berikutnya yang ada adalah 'siklus kemaksiatan' yang terus berputar. Ibaratnya dalam masalah kecanduan narkoba, yang menjadi pemicu awal biasanya adalah 'kebolehan' untuk merokok. Dari rokok remaja kita belajar banyak tentang obat-obatan, dari yang sederhana hingga jenis yang paling membahayakan.
Karenanya, jika hari ini kita mengatakan 'silahkan berpacaran' pada anak-anak gadis dan remaja kita. Itu bagaikan mendekatkan tabung gas dengan sumber api yang menyala. Tidak ada yang menjamin bahwa tidak akan terjadi ledakan, letupan , atau mungkin hanya sekedar asap panas yang membumbung tinggi. Demikian pula remaja kita, saat mendapat ijin untuk berpacaran, maka tidak ada yang menjamin bahwa tidak akan terjadi hubungan badan, ciuman, belaian atau mungkin 'sekedar' sentuhan dan remasan jari. Semua itu adalah kemaksiatan. Bahkan bukan cuma satu dua kemaksiatan, tapi (sekali lagi) siklus kemaksiatan yang berputar dan terus berputar. Efek domino pacaran, begitu kami menyebutnya.

Kriteria Teman Sejati (bagian 2 - Habis)

Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh …
Ikhwan dan akhwat fillah, semoga Allah SWT senantiasa mempermudah aktifitas kita dan memberkahinya. Mohon maaf karena kajian ahad pagi yang semestinya saya post kemarin sempat tertunda karena persiapan mengisi seminari RSI Surakarta.

Mari kita lanjutkan pembahasan kita sebelumnya, yaitu tentang kriteria teman sejati bagian dua. Setelah sebelumnya kita membahas tentang dua kriteria : Pemahaman dan Pengamalan Keagamaan serta syarat Kesuburan, maka yang berikutnya adalah :

Ketiga : Hendaknya menikah dengan Gadis Perawan.

Dari Jabir bin Abdullah ra, ia berkata : Aku menikah kemudian aku datangi Rasulullah SAW , lalu beliau bertanya : “ Apakah engkau sudah menikah wahai Jabir ?” . Aku menjawab : “ Benar”. Belia bertanya kembali : “ Apakah dengan janda atau gadis ? “ .Maka aku menjawab : “ dengan seorang janda “ . Beliaupun berkata : “ Mengapa bukan seorang perawan hingga engkau bisa bermain dengannya dan ia pun bisa bermain2 dengan mu ? “ (HR Bukhori dan yg lainnya)


Kriteria di atas ini tentunya bukan sesuatu yang mutlak atau sebuah keharusan . Melainkan dianjurkan agar bisa menciptakan kondisi rumah tangga yang lebih dinamis dan romantis. Dalam prakteknya, istri2 Rasulullah SAW yang dinikahi dalam keadaan gadis pun hanya ibunda Aisyah ra. Mengapa gadis ? Rasulullah SAW memberikan alasan : agar engkau bisa bermain-main dengannya dan ia pun bisa bermain denganmu. Ini artinya, secara fitrah potensi seorang gadis lebih dekat pada anak-anak yang tulus , lugu dan ceria. Sehingga memungkinkan untuk dianjak bercanda dengan beragam rupa. Barangkali berbeda dengan janda yang lebih ‘serius’ melihat sebuah pernikahan. Tetapi sekali lagi, setiap orang bisa memiliki potensi untuk ceria dan kekanak-kanakan tanpa meliat usia dan status perawan atau jandanya. Wallahu a’lam.

Keempat : Hendaknya berasal dari keturunan yang baik dari sisi agama dan qonaahnnya.

Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda : Seorang wanita dinikahi karena empat hal : hartanya, nasab keluarganya, kecantikannya dan agamanya. Maka pilihlah yang baik agamanya, niscaya engkau akan beruntung” (HR Bukhori dan Muslim)

Hadist di atas memang sebenarnya mewacanakan kriteria pasangan secara umum, dengan penekanan pada unsur agama sebagai prioritas utama. Tapi itu bukan berarti menafikkan kriteria lainnya, semisal : keturunan. Hendaknya kita melihat latar belakang keluarga pasangan kita, khususnya dalam masalah agama dan qonaahnya. Setidaknya menjadi pertimbangan tersendiri, karena bagaimanapun keluarga akan memberikan warna pada kepribadian seseorang.

Kelima : Hendaknya mempunyai wajah yang rupawan atau cantik.

Syarat wajah yang rupawan atau cantik tentu saja bukan syarat utama, apalagi kita juga sama-sama mengetahui bahwa untuk menilai cantik tidaknya seseorang sangat berbeda-beda. Jadi kriteria ini jangan sampai disalah artikan sebagai pelecehan perempuan karena hanya dinilai dari sisi fisik saja. Sejatinya mengapa dianjurkan memilih pasangan yang rupawan juga untuk kepentingan dan manfaat tertentu, yaitu agar lebih menjaga pandangan dan hati serta bertambah kecintaan. Karena itulah memang syariat kita menganjurkan untuk menikah, yaitu untuk menjaga pandangan.

Begitu pula dalam proses khitbah disyariatkan juga an-nadhor atau melihat pasangan, agar benar2 keputusan yang ada bukan sekedar keterpaksaan. Dalam hadits lain juga diisyaratkan hal yang senada tentang kecantikan pasangan : Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW ditanya : “ perempuan bagaimanakah yang terbaik ? “. Beliau menjawab, “ yang membuatmu bahagia ketika engkau memandangnya …. “ (HR An-Nasa’i).

Meskipun demikian, jika kecantikan kemudian menjadi hal yang pertama dan utama dalam pilihan kita, maka sesungguhnya akan menyebabkan kerugian di hari-hari berikutnya. Dalam hadist lain disebutkan : “ Janganlah engkau menikahi wanita karena kecantikannya, karena bisa jadi itu akan menghancurkannya ( karena sombong dan ta’ajub) “ (HR Baihaqi)

Keenam : Hendaknya bukan dari kalangan kerabat dekat secara keturunan.

Meskipun dalam Islam dibolehkan kita menikah dengan kerabat dekat yang bukan mahram : semisal sepupu (anak paman/bibi), tapi kita dianjurkan untuk menikah dengan mereka yang jauh secara kekerabatan dengan kita. Hikmahnya tentu menjadi banyak , antara lain :
1- Memperluas persaudaraan dan ta’aruf antar suku atau daerah, sebagaimana tersirat dalam surat Al-Hujurot ayat 13
2- Menjauhkan dari kemungkinan “memutus tali persaudaraan “ , karena bisa terjadi pasangan dari kerabat dekat yang berselisih akan memperluas wilayah konflik menjadi pemutusan hubungan kekerabatan.
3- Menjauhkan dari keturunan yang lemah, sebagaimana dibuktikan dalam kedokteran genetika modern, dan telah disampaikan Rasulullah SAW sejak lama.

Wallahu a’lam bisshowab. Semoga Allah SWT memberikan kekuatan kepada kita untuk memahami, mengamalkan dan menyebarkan kebaikan2 dalam pembahasan kita pagi ini. Jazakumullah atas perhatian dan sharenya. Wassalamu’alaikum wr wb.

Kriteria Teman Sejati (Bagian-1)

Assalamu'alaikum wr wb.
Alhamdulillah, ahad ini adalah kajian yang ke-empat dalam grup ini. Sampai sejauh ini, begitu banyak member yang terdaftar. Insya Allah itu menunjukkan semangat yang kuat dalam mencari ilmu menuju gerbang pernikahan. Semoga semangat itu diikuti dengan keseriusan demi keseriusan, yang akhirnya benar-benar mengantarkan pada pernikahan. Grup ini sebenarnya unik, karena bukan saja mengharapkan 'penambahan' jumlah anggota, tapi barangkali juga sekaligus berharap 'penurunan' jumlah Anggota. Tentu saja pengurangan yang dimaksud adalah ketika anggota KAJIAN PRA NIKAH ini telah sukses menikah sesuai harapan.

Untuk pekan ini, kita akan selangkah lebih mendekat ke pintu pernikahan. Setelah kita berhasil meluruskan motivasi kita dalam menikah, kemudian berhasil mewacanakan pernikahan pada orang tua kita, kemudian kita juga memahami hukum pernikahan yang update bagi diri kita, maka kini saatnya memahami tentang kriteria pasangan ideal dalam Islam.

Ada beberapa kriteria yang ditekankan oleh ulama Syafi'iyah dan Hanabilah, yang mungkin secara khusus berlaku untuk wanita (calon istri) tetapi secara umum, bisa kita ambil filosofisnya atau tema besarnya juga berlaku untuk kriteria laki-laki.


Pertama : Mempunyai pemahaman dan pengamalan agama yang baik

Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda : Seorang wanita dinikahi karena empat hal : hartanya, nasab keluarganya, kecantikannya dan agamanya. Maka pilihlah yang baik agamanya, niscaya engkau akan beruntung" (HR Bukhori dan Muslim)

Ada sebuah anekdot yang unik dalam masalah ini, yaitu dalam pandangan ikhwan , semua akhwat yang komitmen dengan hijab dan aktif dalam dakwah berarti telah terwakili dari sisi agamanya. Maka kemudian mereka berpikir, " sekarang tinggal mencari sisi kecantikannya …". Ya, barangkali itulah sisi kecerdasan tersembunyi seorang ikhwan dalam berapologi tentang kecenderungan fisik.

By the way, tentu saja yang dimaksud kriteria 'agama' disini adalah mencakup hal-hal mendasar dalam pemahaman dan pengamalan keagamaan, plus akhlak dan kepribadiannya. Contoh sederhananya bisa dilihat dengan indikasi sebagai berikut :
1. Pemahaman : berhubungan dengan akidah tauhid (rukun iman yang enam) dan juga keyakinan tentang kewajiban agama secara umum (rukun islam). Menjauhi segala keyakinan dan amalan yang mendekat pada syirik dan bid'ah.
2. Pengamalan : untuk wanita memang bisa diidentikkan dengan komitmen dalam berhijab (jilbab). Secara umum tentu berkaitan dengan ibadah harian, seperti : sholat berjamaah dan tepat waktu, tilawah al-quran yang memadai, serta menghidupkan amalan sunnah lainnya.
3. Kepribadian : indikatornya bisa dilihat cari dia berinteraksi dengan lawan jenis, bagaimana cara seseorang dalam berdakwah dan berkomunikasi. Bagaimana kesabaran, optimisme, dan kesungguhan dalam menjalani aktifitasnya. Banyak hal yang bisa menjadi indikator di wilayah ini, meskipun -tentu saja- tidak semuanya harus menjadi ideal.
Secara khusus bagi pihak perempuan, syarat ketakwaan seorang laki-laki juga haruslah menjadi pertimbangan utama sebelum menerima atau menolak seseorang yang datang melamar.

Dari Abu Hatim ra, Rasulullah SAW bersabda : " Jika datang kepadamu seorang yang engkau ridhoi agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia, jika engkau tidak melakukannya maka niscaya akan muncul fitnah di muka bumi ini dan kerusakan yang amat nyata "(HR Tirmidzi , ia berkata : hadits hasan gharib. Albani mengatakan : Hasan lighairihi)

Begitu pula disebutkan dalam riwayat, saat seseorang datang kepada Hasan bin Ali ra -cucu Rasulullah SAW- dan berkata : " Aku mempunyai seorang putri, menurutmu dengan siapa sebaiknya aku nikahkan dia ? ". Maka Hasan ra berkata : " Nikahkanlah putrimu dengan laki-laki yang bertakwa (takut kepada Allah), jika ia mencintai (putrimu) maka ia akan memuliakannya, dan jika sekalipun ia membenci (tidak suka) putrimu, ia tidak akan menyakitinya."

Kedua : Subur dan tidak Mandul ( Mempunyai kemampuan seksual dan reproduksi )

Diriwayatkan oleh Ma'qal bin yasar ra : Seseorang datang kepada Nabi SAW : Aku suka dengan seorang perempuan yang cantik dan dari keturunan terhormat, tetapi dia tidak subur (mandul), apakah aku boleh menikahinya ? ". Rasulullah SAW menjawab : "Tidak ". Kemudian orang tadi mendatangi beliau sekali lagi,dan Rasulullah SAW pun kembali melarangnya. Demikian berturut-turut hingga yang ketiga Rasulullah SAW mengatakan : " Nikahilah (wanita) yang romantis dan subur, karena sesungguhnya aku berbangga dengan banyaknya umat ini (di hari kiamat) " (HR Abu Daud, Hakim, An-Nasa'i. Albani mengatakan : Hasan Shohih)

Kriteria ini jarang sekali diperhatikan oleh mereka yang hendak menikah, bahkan nyaris meremehkan karena menganggap tidak terlalu urgen untuk jadi bahan pertimbangan. Memang sebelum menikah, dan di tahun-tahun awal pernikahan masalah 'kesuburan' tidak terlalu berpengaruh dalam kehidupan rumah tangga. Namun yang terjadi selanjutnya, ketika beberapa tahun tak kunjung datang tanda-tanda buah hati menyapa, maka mulailah jarak dan retak itu muncul. Penyikapan yang bijak dan elegan tentu diharapkan agar rumah tangga tidak tercerai berai karena alasan di atas.

Berbeda antara bahasan solusi dan preventif. Artinya jika sebelum menikah , kita lebih layak untuk membahas sisi preventif. Selagi masih banyak pilihan dan kemungkinan, hendaklah sisi ini juga layak untuk diperhatikan.

Apalagi, salah satu tujuan pernikahan juga untuk melanjutkan generasi-generasi dakwah, sekaligus melahirkan anak-anak shalih yang mendoakan kedua orangtuanya. Bahkan secara bercanda sering kita mendengar : salah satu bukti kita pernah ada di dunia ini adalah ; adanya keturunan kita ..

Lantas bagaimana mengetahui subur tidaknya seseorang ? Pada saat ini memang ada pemeriksaan yang khusus meneliti soal tersebut. Tapi apakah bijak jika kemudian sebuah pilihan telah dijatuhkan dengan khitbah, baru kemudian kita memaksa calon kita untuk memerikasakan dirinya di laborat untuk membuktikan satu kata yaitu kesuburan ? Lalu setelah hasil diterima dan menyatakan tidak subur, kita dengan enteng bisa mencabut 'lamaran' kita dengan alasan tersebut ? Saya yakin sepenuhnya itu bukan solusi elegan dan islami dalam menyikapi masalah subur dan tidak subur, sebagaimana saya juga yakin bahwa tidak mudah bagi seseorang yang telah 'jatuh cinta' untuk mencabut lamarannya begitu saja. Jadi pemeriksaan laborat dalam menentukan subur tidaknya seseorang, untuk saat ini rasanya belum 'recommended', kecuali jika ada kondisi-kondisi yang memang sangat membutuhkan itu.

Cara lain yang 'manual' mungkin dengan mengikuti track record sejarah keluarganya. Apakah itu ibu, bibi, nenek dan seterusnya. Apakah mereka memiliki keturunan yang banyak ataukah justru sebaliknya. Demikianlah para ulama kita menganjurkan agar seseorang bisa sedikit mengetahui subur tidaknya seseorang. Barangkali bahasan kedokteran lebih cocok ditampilkan dalam masalah ini.

Sampai disini bahasan kita pekan ini, insya Allah kita lanjutkan di pekan depan tentang kriteria-kriteria lainnya yang perlu dijadikan pertimbangan ikhwan dan akhwat sekalian dalam mencari teman yang sejati. Wallahu a'lam bisshowab.

Wassalamu'alaikum wr wb.

Cerpen : Kala Cinta Menyapa Senja

“ Benarkah engkau jodoh yang diberikan Allah kepadaku ? “
Bertanya Mentari pada selembar kertas yang masih terlipat rapi di hadapannya. Pagi tadi Ummi Farah memberikan kertas itu padanya. Hampir empat tahun setelah Mentari ditanya Ummi Farah tentang kesiapannya menggenapkan separuh dien. Kini selembar biodata yang dinanti-nanti, benar-benar berada di hadapannya.
Matanya menerawang dalam diam. Menemani lintasan kenangan yang berkecamuk dalam pikirannya …..ia belum berani membuka kertas itu
……………………..
Bundaran HI, menjelang Dhuhur, empat tahun yang lampau.
Beberapa saat yang lalu, serombongan besar wanita muda berjilbab berdemo mengusung tema besar anti pornografi. Mentari bersama dua sahabatnya, Wida dan Nana, berjalan menuju halte depan hotel President.
" Tari, Wida.. ana duluan ya… tuh kak Fauzi udah nunggu di depan telpon umum ". Nana pamit sambil menunjuk ke arah seorang pemuda tegap berbaju rapi ala kantoran.
" Aduh… penganten baru, nggak sabar nih cepet sampai rumah…", goda Wida sambil melempar senyum simpulya.
"Iya, udah lupa ya sama asrama " Salsabila" tempat kita tumbuh dan berkembang "
" Maaf deh saudari-saudariku, makanya pada cepet punya suami..biar nggak ditagih ibu kos lagi tiap bulan…".
" Wuuuu…lagaknya !! "
Nana tersenyum penuh kemenangan. Sebentar kemudian ia telah meninggalkan Mentari dan Wida.

Panas Jakarta di pertengahan tahun memang cukup merepotkan. Orang-orang malas untuk terus-terusan berdiri mematung dipinggiran jalan. Setiap bus kota yang datang disambut dengan kejar-kejaran dan desak-desakan antar penumpang. Tentu saja Mentari dan Wida selalu ketinggalan. Mereka tak bisa sembarangan melompat dan bergantungan. Bisa-bisa jilbab dan jubah panjang mereka akan jadi korban.
Satu jam berlalu, tak ada kemajuan. Mereka masih setia menunggu Patas 16 yang akan membawanya ke kawasan Rawamangun. Namun langit berganti warna, panas berlalu tanpa sisa. Hujan pun mulai turun. Mentari dan Wida masih terjebak di halte. Dalam lelah yang berkepanjangan.
Mendadak….datang dua orang pemuda. Satu berambut gondrong. Satu lainnya beranting. Keduanya memakai baju khas orang kuliahan. Ada hasrat buruk tergambar dari kilatan mata mereka.
" Halo ceweek .. godain kita doong, dari kampus mana nih ? ", seorang dari mereka mulai menyapa dengan kedipan mata yang genit.
" Eh.. elo yang tadi orasi ya ? yang katanya nolak pornogafi ya ", tambah seorang lagi sambil menunjuk ke arah Mentari. Mentari dan Wida merasa terancam, mereka bergerak menjauh. Tapi dua pemuda itu masih berhasrat mendekat.
" Hei cewek, jangan munafik loo.. gue tahu loe punya pacar dan rutin kencan kan tiap malam minggu di kos-kosan.."
Muka Wida memerah dasyhat mendengar ocehan sang berandal. Jiwa petarungnya sebagai mantan atlit karate tak bisa membiarkan ini terjadi.
" Jangan sembarangan kalau bicara, kalian belum tahu berhadapan dengan siapa."
Namun gertakan Wida berlalu begitu saja. Mereka malahan tambah nekat.
" Iya, apa gunanya pake jilbab kalau sudah tidak perawan lagi. Mending jilbabnya di copot saja …., sini biar gue yang copot kalau tidak mau "
Sreeet !!! Jilbab Mentari menjadi sasaran ! Mereka menariknya dengan paksa Mentari berusaha mempertahankannya..
" Tolooooong ! Rampook ! "
Mentari berteriak meminta pertolongan. Tapi derasnya hujan meredam suaranya. Beberapa orang yang melihat dari jauh diam tak bergerak. Ketakutan.
Buuk ! Tendangan samping Wida tepat mengenai punggung seorang pemuda berandal. Ia sempat terhuyung beberapa saat. Seorang lagi masih menarik kuat jilbab yang dipakai Tari.
Buuk ! Sreeet !.Terdengar dua teriakan yang berbeda sumbernya. Satu teriakan dari pemuda berandal yang menarik jilbab tari. Ia terkena tendangan Wida tepat di titik kelemahannya. Satu teriakan lagi keluar dari mulut dan nurani Tari. Jilbab yang dikenakannya terlepas. Tetesan hujan membasahi rambutnya yang panjang.
" Tolooong …… !!! ", Mentari panik. Ia mendapati dirinya sangat asing dengan rambut yang terurai tanpa penutup. Ia merasa bagai terjebak di sarang penyamun yang haus tubuh wanita. Wida segera menarik Tari menjauh dari halte itu. Kedua berandal masih sempat mengancam dalam kesakitannya. Beruntung, sebuah Taksi tepat berhenti di depan Tari dan Wida, memberikan tumpangan.
Malampun menjelang dengan membawa seribu kesan menyakitkan dalam diri Tari. Hari itu begitu berat bagi seorang Tari. Demonstrasi yang melelahkan ditambah kejadian mengerikan di halte siang tadi.
Mendadak Tari ingat Nana, sahabatnya yang juga ikut demonstrasi siang tadi. Mentari merenung dalam kesendirian di kamar kosnya …Ah, betapa beruntungnya kau Nana, ada yang menjaga dan memperhatikanmu.… Ucapnya dalam hati
" Ya Allah, datangkanlah kepadaku seorang yang Kau janjikan untuk menemani dan meneguhkan hidupku.."
Mentari pun tenggelam dalam doa-doa yang tak pernah bosan ia panjatkan.
******************
Asrama Salsabila, pagi hari, tiga tahun yang lalu.
Pintu kamar Mentari di ketuk tiga kali. Sahabatnya, Wida, masuk memberi salam, keduanya berpelukan seolah lama tak bertemu.
" Subhanallah, my lovely Wida… bumi bagian mana yang tega menelanmu selepas wisuda Februari, tiga bulan yang lalu.. tak ada kabar, telpon atau surat ? "
" Afwan Tari, aku pulang ke Bandung. Di sana ternyata banyak proyek yang harus kugarap. Tahu sendirikan ? Papa memang dari dulu sudah nunggu lama kelulusanku. Beliau ingin aku menjadi manajer akuntan di perusahaannya. "
" its OK ukhti, tapi janji ya kamu nginep lama di sini… ada banyak cerita baru lho di kampus kita "
" Justru itu Tari.. aku ke sini memang khusus untuk menemuimu. Aku ingin kau mengetahuinya langsung dariku, meski sebenarnya bisa saja kalau aku poskan undangan ini dari Bandung.. "
" Undangan ? Walimah maksudnya ? Subhanallah… akhirnya kau menikah juga Wida.Tadinya aku kira aku yang duluan.. selamat ya… mana undangannya ? "
Wida mengulurkan sebuah undangan berwarna merah muda. Indah dan berkesan bagi penerimanya. Keduanya kembali berpelukan. Isak tangis mulai terdengar pelan. Bahagia dalam haru.
" Maaf Tari… aku harus menikah terlebih dahulu. Aku takut jika terlalu larut dalam perusahaan nanti…aku bisa sibuk dan lupa nikah. Lucu ya kedengarannya ? tapi memang begitu kemarin nasehat orangtuaku di rumah. Nah, kamu sendiri gimana kuliahnya ? "
Wajah mentari mendadak berubah muram.
" Yaah.. kamu tahu sendiri kan Mr. Bondan ? Beliau tuh sangat teliti kalo pas ngoreksi. Tapi apapun, aku usahakan September ini aku udah angkat kaki dari kampus ini. Eh… tapi jangan lupa doain ya Wid..! "
" Jelas dong… mau didoakan cepet wisuda atau cepet nikah ? "
" Cepet Nikah dong !!! eh… maksudku kalo bisa dua-duanya dapet gituu.. "
" Iya non.. aku juga tak tega membiarkanmu menjadi bidadari ketinggalan kereta ! "
Buuk ! Serasa ucapan Wida yang terakhir bagai tendangan karatenya yang tepat mengenai ulu hati Mentari. Sakit memang, tapi Tari sadar sahabatnya hanya ingin memberikan motivasi padanya untuk tetap tegar !
Selepas kepergian Wida, Tari kembali merenung dalam kamar. Tangannya asyik membolak-balik undangan Wida. Ah..ini bukan yang pertama bagi Mentari. Bukan yang pertama kali Mentari ketinggalan kereta, seperti kata Wida. Seminggu yang lalu Dina, teman seangkatannya nikah dapat anak Medan. Bahkan sebulan yang lalu malahan si centil Tasya, adik kelasnya dua tingkat, sukses di lamar teman satu jurusannya !
Tari menghidupkan PC-nya yang setia menemani hari-hari kuliahnya selama lima tahun terakhir ini. Dibukanya sebuah file di program Corel Draw. Nampak di layar sebuah desain undangan pernikahan yang anggun dan manis. Tertulis di dalamnya…
Menikah : .MENTARI CANDRASARI bin H. BASUKI dengan .. MR. MOST WANTED !!! !
Mentari termenung berkaca-kaca. File itu sudah setahun lebih dibuka dan diedit, tanpa tahu kapan akan diprint dan digunakan.
*******************
Rumah Mentari yang anggun , di sisi utara pulau jawa, dua tahun yang lampau.
Matahari pagi yang cerah menemani keluarga Mentari. Kemarin sore Tari, putri satu-satunya keluarga Haji Basuki, baru saja datang dari Jakarta. Mereka berkumpul hangat di ruang keluarga.
Hari itu terasa istimewa bagi pak Basuki, ayah Mentari, dan juga bagi ibunya. Tapi tidak bagi Mentari. ..ada seorang dari masa lalu yang tiba-tiba dibicarakan oleh bapak ibunya. Joko, pacarnya saat SMU dulu, sepekan yang lalu menelpon Haji Basuki. Tari penasaran meski ia tak merasa punya alasan untuk penasaran.
“ Bapak kenal Joko juga ya Pak ? “
“ Oo.. bukan kenal lagi Tari, Bapaknya itu kan pak Suroso too ? Beliau dulu kawan Bapak semasa masih muda merantau di Jakarta. Kami sama-sama ngontrak rumah di Tanah Abang, sebelum akhirnya Bapak dipanggil kakekmu untuk nikah sama ibumu ini.. “
“ Lalu ? apa maksudnya seminggu yang lalu ia menelpon Bapak ?“
“ Jadi begini… Nak Joko sudah mengutarakan niat baiknya untuk melamarmu. Dan pak Suroso juga secara khusus sempat menyinggung masalah ini kemarin saat telepon.. Besok pagi Joko mau ke sini khusus untuk bertemu kamu… “
Wajah Tari berubah. Seolah tak percaya dengan pendengarannya.
“ Tapi Pak ? Tari kan belum tentu menerima…… “
“ Huss ! jangan membantah dulu… yang penting besok kau temui dia. Siapa tahu cocok…Bapak dan Ibu sebenarnya terserah kamu, tapi inget Tari.. usiamu sudah tidak muda lagi..Ibumu kemarin nangis karena ada tetangga yang ngomongin kamu calon perawan tua ! “
Mentari diam. Mencoba untuk teguh meski hatinya tergugu. Dia tahu persis siapa Joko yang dulu. Meski lima tahun ia tidak ketemu, Mentari tidak yakin Joko berubah seperti yang diinginkannya.
Pagi menjelang dengan cahaya yang riang. Mencoba menyinari hati Tari yang masih bimbang. Di ruang depan, bapaknya masih sibuk dengan seorang tamu muda. Joko namanya. Pakaiannya perlente,khas eksekutif. Tumpangannya jauh dari yang Tari perkirakan. Kalau dulu saat sekolah, Joko hobby ganti-ganti motor sport. Tapi kini sebuah sedan metalik dengan anggun parkir di depan rumah Tari. Mobil Joko kah ? atau mobil orangtuanya ? Ah.. bagi Tari itu sama sekali tidak penting.
Hati Tari bergetar hebat, apalagi saat ayahnya memanggil, menyuruhnya bergabung di ruang tamu. Tari melangkah pelan. Ia merasa sorot mata Joko terarah lurus ke arahnya. Mencoba menelanjangai jibab lebar dan jubah rapi yang dikenakannya. Mendadak Tari merasa risih..…
“ Ini Tari ? waah.. sekarang pakai busana muslim ya ? Kapan pergi hajinya Tari ? bareng pak Basuki ya ? “
Pergi haji ? Apa hubungannya dengan kewajiban memakai jilbab ? Tapi Tari tidak merasa bingung. Joko masih seperti dulu. Tidak mengenal dan memahami Islam..
Tari tambah risih saat Bapak minta ijin keluar sebentar, meninggalkan Tari dalam kungkungan rasa yang menakutkan. Ini khalwat ! bisiknya dalam hati. Yang ketiga adalah setan !
“ Ada perlu apa Joko ? Ada yang bisa di bantu ? “, sapa Tari dengan gaya yang tidak dibuat-buat. Pandangannya masih tertunduk. Tegas, tapi tidak ketus.
“ Hah ! Bapak dan Ibu tidak bilang sama kamu sebelumnya ? Aku datang untuk menyampaikan niat baik melamarmu Tari… kalau kamu berkenan, seminggu lagi keluargaku akan datang melamarmu.. bagaimana Tari, kau setuju kan ? kita akan menyambung kembali cerita dan kenangan cinta kita saat SMU dulu.. “
Tari merasa terusik dengan kalimat terakhir Joko. Kali ini ia benar-benar muak. Kenangan masa lalu yang sedemikian lama telah terhapus, mencoba menghujam masuk kembali dalam diri Tari.
“ Maaf Joko, aku bukan Tari yang dulu…kau salah datang kepadaku ..”
Mata Joko melebar. Ia seperti tidak percaya Tari mengatakan hal seperti itu. Tari yang dulu selalu setia menemani hari-hari indahnya saat SMU.Kini dihadapannya bagai sosok asing yang tak pernah dikenalnya.
“ Tari !! aku datang kembali untukmu… lima tahun aku memendam cinta ini Tari…, ingatkah kau saat-saat indah kita dulu Tari…, Tari… bukankah dulu kita pernah berjanji sehidup semati, Tari, lupakah kau dengan semua itu… Tari…. “
“ Tidaaaaaaaaaak ! Kau tidak berubah Joko !Maaf, mungkin kita tidak jodoh. Titik !! “
Tari bergegas masuk kembali ke ruang dalam. Meninggalkan Joko dalam keheranan yang panjang. Sementara Bapak ibu Tari saling berpandangan heran. Mereka berdua masih menyimpan beban. Kapan putri satu-satunya akan ke pelaminan ?
Tari menangis dalam kamar. Ia menangis bukan karena Joko. Ia sama sekali sudah melupakan masa lalunya yang kelam bersama Joko. Ia menangis, karena baru kali ini ada seorang yang datang untuk melamarnya. Baru kali ini. Tapi mengapa yang datang Joko ? Pacarnya di masa lalu.
Mengapa bukan ustad Agus, Akh Budi, Mas Hanafi, Pak Irvan, Fajar, Wisnu atau teman-teman lain yang aktif di kegiatan masjid ?. Mengapa bukan mereka-mereka yang hanif dan sholih yang datang? Sehingga Tari bisa semakin teguh mengarungi hidup ini ? Kemana mereka semua ? Kemanaaa ? Tari berteriak dalam hati, menanti sebuah jawaban.
**************************
*
“ Benarkah engkau jodoh yang telah di janjikan Allah kepadaku ? “
Kembali Mentari bertanya pada kertas bisu dihadapannya. Dengan hati-hati dibukanya kertas itu pelan-pelan. Seolah didalamnya ada sesuatu yang sangat berharga.
Mentari mendapati sebuah nama yang tidak asing baginya…. Agus Budiman
“ Ustad Agus ??? Benarkah ?? Subhanallah … “,
Tari memang harus terkejut. Tentu ia tidak mempunyai alasan untuk tidak menerima Ustad Agus. Ia seorang yang mempunyai pemahaman Islam yang sangat baik. Ia seorang ustad yang sangat terkenal di kalangan teman-temannya di kampus. Buah keikhlasannya dalam membina telah melahirkan banyak kader dakwah dari masjid kampusnya.
Sungguh ! Tari tak mempunyai alasan untuk menolaknya. Apalagi jika mengingat usianya yang sudah dua tahun melewati seperempat abad ! Juga tangisan ibunya terkasih yang selalu memintanya untuk segera bersanding di pelaminan..
Tapi…. Mendadak Tari tertegun. Ingatannya kembali menerawanag. Beberapa bayang wajah anggun mengitari benaknya. Ia mengingat beberapa seniornya di kampus yang belum menikah ; Mbak Rahma, Mbak Santi…dan juga Mbak Zaenab. Mbak Rahma, pembimbing mentoringnya saat Tari belum berjilbab di tingkat satu. Usianya kini menjelang kepala tiga. Sudah dua tahun ini ia tidak banyak kelihatan. Sakit organ dalam membuatnya harus banyak beristirahat di rumah.
Lain lagi dengan Mbak Santi, dua tingkat di atasnya dulu di kampus. Sekarang sibuk bekerja di perusahaan konveksi, dari pagi sampai sore. Sesekali saat libur, masih sempat untuk diminta mengisi kajian muslimah di kampus. Mbak Santi memang harus kerja keras mencari nafkah. Ia anak sulung dari delapan bersaudara. Ayahnya sudah tiada sementara ibunya sudah cukup renta untuk bekerja. Mbak Santi adalah tulang punggung di keluarganya.
Cerita tentang Mbak Zaenab lebih memilukan. Suaminya, almarhum ustad Ahmad, meninggal tertembak saat dikirim untuk berdakwah di daerah konflik Ambon. Ia meninggalkan dua putri yang masih sangat lucu-lucu, Hana dan Aisyah. Aktifitasnya sekarang menjadi pengajar SDIT, untuk mencukupi kebutuhan hidup dua putri kecilnya.
Perlahan-lahan mata Tari berkaca-kaca. Air matanya mengambang tenang. Bayang-bayang wajah ketiga seniornya menari-nari dihadapannya. Mengapa bukan mereka yang dilamar ustad Agus ? Mengapaa ? Mereka jauh lebih berhak dan membutuhkan daripada aku …
Tililliiiiiit…..Tililiiiiit .. deringan HP memecah kesunyian lamunan Tari. Suara bijak dan salam akrab Ummi Farah terdengar dari seberang.
“ Bagaimana ukhti Tari ? bersedia bukan ? Beliau siap kapan saja bertemu untuk ta’aruf ..”
“ Engg…..begini Mi, mungkin saya perlu istikhoroh dulu.Mungkin seminggu lagi saya baru bisa ambil keputusan… “
“ Baiklah… saya tunggu ya, dan semoga Allah memberi kemudahan..”
Suara salam penutup terdengar dari arah seberang. Pembicaraan telah selesai. Namun bayang-bayang Mbak Rahma, Santi, dan Mbak Zaenab masih setia mengiringi langkah Tari.
*****************************
Dua bulan berlalu. Hari yang bahagia. Suasana walimah yang meriah namun terjaga nuansa kesyahduannya. Tamu laki-laki duduk terpisah dari tamu perempuan. Terdengar aluanan nasyid pernikahan menggetarkan hati pendengar lajangnya.
Tari duduk anggun berseri-seri. Jilbab dan bajunya yang rapi menambah suasana hatinya yang lega dan tenang. Dengan perlahan Tari melangkah, menemui seorang wanita yang jadi pusat perhatian para tamu sedari tadi. Di sisi wanita itu ada dua putri cantik yang masih kecil-kecil. Tari menyalami haru wanita tersebut. Keduanya berpelukan.
“ Mbak Zaenab, Barakallahu lakuma wa baraka alaikuma wa jama’a bainakuma fi khoiriin… selamat ya Mbak semoga bahagia dan berkah menyertai keluarga baru Mbak..”
“ Jazakillah khoiron ya dik, semoga dik Tari juga cepat menyusul ya..Nanti saya minta mas Agus mencarikan khusus buat dik Tari ya.. beliau kan punya kenalan banyak.. “
“ Amiin… doanya ya Mbak..Tari tunggu lho janjinya.hehe...”
“Insya Allah…. “
Lega dalam rasa bahagia dan syukur yang terpanjatkan. Tari berpamitan dan melangkah pulang. Mencoba merenda hari-hari penantian yang baru. Jiwanya tenang. Tidak ada penyesalan. Ia ingat persis, saat selesai sholat istikhoroh dulu, yang muncul selalu saja bayang-bayang Mbak Rahma, Mbak Santi, dan Mbak Zaenab. Wajah ustad Agus tak pernah terlintas dalam malam-malam istikhorohnya.
Kini. dalam hari-hari penantiannya, Tari yakin, ia tidak sendiri. Sebagaimana juga ia yakin, akan ada sesosok laki-laki hanif yang akan menyapanya dengan cinta. Entah satu bulan lagi, dua bulan, satu tahun, atau entah saat senja nanti. Ia yakin Allah telah menjanjikan sebuah cinta yang akan datang menyapanya.
“ Ya Allah, datangkanlah kepadaku seseorang yang akan meneguhkanku dalam hidup ini, dan berikan kesempatan kepadaku untuk berbakti kepadanya, melahirkan dan merawat anak-anaknya untuk menjadi anak sholih. Agar saat kami telah renta atau telah tiada, akan ada mereka yang senantiasa mendoakan kami berdua“

Arkawit, 9 Agustus 2004
Terinspirasi dari nasyid SP ‘ Bergegaslah’
Untuk para ‘senior’ : Kapan kau sapa mereka ?

Ragam Macam hukum Menikah

Alhamdulillah, tanpa terasa sepekan begitu cepat berlalu. Pagi ini saatnya kembali mengkaji ‘secuil’ ilmu tentang pernikahan. Begitu banyak usulan untuk tema-tema kajian pernikahan, sangat beragam, dan menantang untuk segera dituliskan. Memang pernikahan adalah dunia yang dipenuhi dengan tema-tema pendahulan. Baik secara ilmu dasar filosofisnya, hingga masalah teknis-teknis yang diperlukan menjelang pernikahan, semuanya begitu banyak dan beragam. Karenanya mohon maaf jika usulan-usulan yang masuk belum segera direalisasikan. Insya Allah jika grup kita ini istiqomah, usulan-usulan tersebut dapat juga diwujudkan. Amin.

Untuk pekan ini, kita akan membahas ragam macam hukum pernikahan. Agar lebih jelas bagi kita –khususnya ikhwan dan akhwat bujangan – apakah saat ini sudah tepat saatnya untuk menikah, ataukah barangkali masih sekedar keinginan-keinginan sesaat disaat hati merasa sepi. Agar kita bisa lebih arif bahwasanya tidak setiap keinginan itu harus dipaksakan, tidak setiap hasrat harus segera dipenuhi. Sem
ua ada aturannya. Semua ada batasan-batasannya.

Pertama : Hukum Menikah menjadi wajib,
Menikah bagi sebagian besar ulama menjadi wajib hukumnya, ketika seorang itu :
Telah mempunyai kemampuan untuk memberikan nafkah finansial pada keluarganya
Berada dalam lingkungan yang memungkinkan terjerumus dalam kezinaan
Latar belakang keimanan dan keshalihannya belum memadai
Puasa sudah tidak mampu lagi menahan gejolak dan kegelisahannya
Hal ini bersandarkan bahwa : menahan dan menjauhi dari kekejian adalah suatu hal yang wajib, dan jika yang wajib itu tidak terpenuhi selain dengan menikah, maka dengan sendirinya menikah itu menjadi ikut wajib hakimnya. Kaidah ini dikenal dengan nama : “ maa lam yatimmu al-wajib illa bihi fahuwa wajib “.

Kedua : Hukum Menikah menjadi Haram
Seseorang diharamkan baginya menikah, ketika bisa dipastikan (berdasarkan pengalaman dan dhahirnya) bahwa dalam pernikahan itu ia akan menzalimi istrinya. Salah satu contohnya yaitu :
jelas-jelas tidak mampu memberikan nafkah finansial pada istrinya.
Atau dalam kondisi tidak bisa menjalankan kewajibannya kepada suami/istrinya nanti, semisal : tidak punya kemampuan dalam hubungan suami istri.

Hukum haram ini bisa menjadi berubah saat dipastikan ternyata kondisi-kondisi tersebut telah diperbaiki. Lalu pertanyaan yang menarik selanjutnya adalah : Bagaimana jika seseorang berada pada kondisi yang berbahaya mengarah pada zina, dan pada saat yang sama dia belum mempunyai kemampuan finansial yang cukup ? . Maka solusi ‘sementara’ untuk hal ini adalah menjaga diri dengan berpuasa. Karena jika bertemunya wajib dengan haram, maka yang haramlah yang harus dijauhi terlebih dahulu.

Allah SWT berfirman “ Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. “ (QS An- Nuur ayat 33)

Dari Ibnu Mas’ud, Rasulullah SAW bersabda : Wahai segenap pemuda, barang siapa diantara kamu telah mempunyai kemampuan (jimak) maka hendaklah segera menikah, karena itu lebih menundukkan pandangan, dan menjaga kemaluan. Barang siapa yang belum mampu (memberi nafkah) maka hendaklah ia berpuasa, karena itu menjadi perisai baginya “ (HR Jamaah)

Ketiga : Hukum Menikah menjadi Makruh
Yaitu ketika seseorang berada dalam kondisi yang dikhawatirkan (bukan dipastikan) akan menimbulkan bahaya dan kerugian jika menikah nantinya, misalnya karena beberapa faktor sebagai berikut :
karena ketidakmampuannya dalam mencukupi kebutuhan rumah tangganya, atau mempunyai penghasilan tetapi sangat belum layak.
Atau bisa juga karena track record kejiwaannya yang belum stabil, seperti emosional dan ringan tangan
Atau ada kecenderungan tidak mempunyai keinginan terhadap istrinya, sehingga dikhawatirkan nanti akan menyia-nyiakan istrinya

Keempat : Hukum Pernikahan menjadi Sunnah
Terakhir, jika seseorang berada dalam kondisi ‘pertengahan’ maka hukum menikah kembali kepada asalnya yaitu sunnah mustahabbah atau dianjurkan. Yaitu jika seseorang dalam kondisi :
Mempunyai daya dukung finansial yang mencukupi secara standar
Tidak dikhawatirkan terjerumus dalam perzinaan karena lingkungan yang baik serta kualitas keshalihan yang terjaga.

Dalil yang menunjukkan hukum asal sunnah sebuah pernikahan, diantaranya adalah yang diriwayakan anas bin malik ra. Yaitu ketika datang tiga sahabat menanyakan pada istri-istri nabi tentang ibadah beliau SAW, kemudian mereka bersemangat ingin menirunya hingga masing-masing mendeklarasikan program ibadah andalannya :
Ada yang mengatakan akan shalat malam terus menerus
Ada yang mengatakan akan puasa terus menerus
Ada yang mengatakan tidak akan menikah selamanya
Dan puncaknya, ketika Rasulullah SAW mendengar hal ini, beliau segera bereaksi keras dan memberikan statemen yang cukup jelas tentang hal tersebut. Beliau bersabda : Demi Allah .. sungguh aku ini yang paling takut kepada Allah di antara kamu sekalian, aku juga yang paling bertakwa pada-Nya, tetapi aku shalat malam dan juga tidur, aku berpuasa dan juga berbuka, dan aku juga menikahi wahita. Maka barang siapa yang tidak suka dengan sunnahku maka bukanlah bagian dariku “ (HR Bukhori)

Nah, jika urusannya adalah sunnah, maka insya Allah lebih baik untuk disegerakan. Saya ingat sebuah kisah nyata yang dulu sering saya sampaikan pada ibu saya jauh-jauh hari sebelum akhirnya menikah. Kisahnya seorang pemuda mesir yang belajar di Amerika. Pada tahun pertama, ia minta ijin pada ibunya untuk menikah, tapi oleh ibunya dilarang. Begitu pula tahun kedua, dan ketiga ia mengulangi lagi permintaan untuk menikah, dan senantiasa juga ditolak. Hingga akhirnya di tahun keempat dan kelulusannya, ibunya datang dan mengatakan sekaranglah saatnya menikah. Maka sang anak menjawab dengan enteng : ibu, sekarang saya tidak memerlukan pernikahan, di Amerika ini saya bisa memenuhi kebutuhan biologis saya tanpa harus menikah. Bukankah dulu ibu melarang saya menikah, ketika saya benar-benar membutuhkannya untuk memenuhi kebutuhan biologis saya ?Wal iyyadz billah.

Ikhwan dan akhwat sekalian, marilah mengkaji ulang status dan kondisi kita hari ini. Apakah telah sampai pada kita kewajiban menikah ? sunnah, atau barangkali justru masih dalam status makruh ? Anda lebih tahu jawabannya. wallahu a’lam bisshowab.